Operator Telepon Waktu saya masih amat kecil, ayah sudah memiliki telepon
di rumah kami. Inilah telepon masa awal, warnanya hitam, di tempelkan di
dinding, dan kalau mau menghubungi operator, kita harus memutar sebuah
putaran dan minta disambungkan dengan nomor telepon lain. Sang operator
akan menghubungkan secara manual.
Dalam waktu singkat, saya menemukan bahwa , kalau putaran di putar ,
sebuah suara yang ramah, manis, akan berkata :"Operator"Dan si operator
ini maha tahu. Ia tahu semua nomor telepon orang lain.! Ia tahu nomor
telepon restoran, rumah sakit, bahkan nomor telepon toko kue di ujung kota.
Pengalaman pertama dengan sang operator terjadi waktu tidak ada seorang
pun dirumah, dan jempol kiri saya terjepit pintu. Saya berputar putar
kesakitan dan memasukkan jempol ini kedalam mulut tatakala saya ingat ….
operator!!
Segera saya putar bidai pemutar dan menanti suaranya.
"Disini operator…"
"Jempol saya kejepit pintu…"kata saya sambil menangis .
Kini emosi bisa meluap, karena ada yang mendengarkan.
"Apakah ibumu ada di rumah ?"tanyanya.
"Tidak ada orang"
"Apakah jempolmu berdarah ?"
"Tidak , cuma warnanya merah, dan sakiiit sekali"
"Bisakah kamu membuka lemari es ?"tanyanya.
"Bisa, naik di bangku"
"Ambillah sepotong es dan tempelkan pada jempolmu…"
Sejak saat itu saya selalu menelpon operator kalau perlu sesuatu.
Waktu tidak bisa menjawab pertanyaan ilmu bumi, apa nama ibu kota
sebuah Negara, tanya tentang matematik. Ia juga menjelaskan bahwa
tupai yang saya tangkap untuk dijadikan binatang peliharaan , makannya
kacang atau buah.
Suatu hari, burung peliharaan saya mati. Saya telpon sang operator
dan melaporkan berita duka cita ini. Ia mendengarkan semua keluhan,
kemudian mengutarakan kata kata hiburan yang biasa diutarakan orang
dewasa untuk anak kecil yang sedang sedih. Tapi rasa belasungkawa
saya terlalu besar.
Saya tanya :"Kenapa burung yang pintar menyanyi dan menimbulkan sukacita
sekarang tergeletak tidak bergerak dikandangnya ?"
Ia berkata pelan :"Karena ia sekarang menyanyi di dunia lain…"Kata-kata
ini - ngga tau bagaimana - menenangkan saya.
Lain kali saya telpon dia lagi.
"Disini operator"
"Bagaimana mengeja kata kukuruyuk?"
Kejadian ini berlangsung sampai saya berusia 9 tahun. Kami
sekeluarga kemudian pindah kota lain. Saya sangat kehilangan
"Disini operator"
Saya tumbuh jadi remaja, kemudian anak muda, dan kenangan masa kecil
selalu saya nikmati. Betapa sabarnya wanita ini. Betapa penuh pengertian
dan mau meladeni anak kecil.
Beberapa tahun kemudian, saat jadi mahasiswa, saya studi trip ke kota asal.
Segera sesudah saya tiba, saya menelpon kantor telepon, dan minta bagian
"operator"
"Disini operator"
Suara yang sama. Ramah tamah yang sama.
Saya tanya :"Bisa ngga eja kata kukuruyuk"
Hening sebentar. Kemudian ada pertanyaan :"Jempolmu yang kejepit pintu
sudah sembuh kan ?"
Saya tertawa."Itu Anda…. Wah waktu berlalu begitu cepat ya"
Saya terangkan juga betapa saya berterima kasih untuk semua pembicaraan
waktu masih kecil. Saya selalu menikmatinya. Ia berkata serius :"Saya
yang menikmati pembicaraan dengan mu. Saya selalu menunggu nunggu kau
menelpon"
Saya ceritakan bahwa , ia menempati tempat khusus di hati saya. Saya
bertanya apa lain kali boleh menelponnya lagi."Tentu, nama saya Saly"
Tiga bulan kemudian saya balik ke kota asal. Telpon operator. Suara yang
sangat beda dan asing. Saya minta bicara dengan operator yang namanya Saly.
Suara itu bertanya"Apa Anda temannya ?"
"Ya teman sangat lama"
"Maaf untuk kabarkan hal ini, Saly beberapa tahun terakhir bekerja paruh
waktu karena sakit sakitan. Ia meninggal lima minggu yang lalu…"
Sebelum saya meletakkan telepon, tiba tiba suara itu bertanya :
"Maaf,apakah Anda bernama Paul ?"
"Ya"
"Saly meninggalkan sebuah pesan buat Anda. Dia menulisnya di atas sepotong
kertas, sebentar ya….."
Ia kemudian membacakan pesan Saly :"Bilang pada Paul, bahwa IA SEKARANG
MENYANYI DI DUNIA LAIN… Paul akan mengerti kata kata ini…."
Saya meletakkan gagang telepon. Saya tahu apa yang Saly maksudkan.
Jangan sekali sekali mengabaikan, bagaimana Anda menyentuh hidup
orang lain!!
No comments:
Post a Comment