Tuesday, October 6, 2009

Bulutangkis, Olahraga Nasional Kita

Pernahkah anda bertanya-tanya: Mengapa Indonesia lebih hebat dalam bulutangkis ketimbang tenis? Bukankah intensif dalam tenis jauh lebih besar? Selain hadiah uang yang bisa didapat jelas jauh lebih banyak, olahraga tenis juga lebih dikenal di dunia international, sehingga lebih besar kemungkinan untuk menjadi atlet terkenal, yang berarti pemasukan lagi dari sponsor dan endorsement.
Kenapa kita lebih memilih bulutangkisa yang uangnya lebih sedikit?

Sedikit analisis 'nyeleneh' di bawah ini mungkin bakal membuat anda tersenyum di awal dan mengerutkan nadi serta manggut2 tanda setuju.

Lapangan tenis jauh lebih besar (Ukuran lapangan tenis 23,77 m X 10,97 m sedang ukuran lapangan bulutangkis 13,4 m X 6,1 m). Di akhir pertandingan misalnya, atlet tenis harus berjalan jauh dari baseline ke net hanya untuk bersalaman. Di bulutangkis jaraknya lebih dekat. Kita, orang Indonesia, tidak suka berjalan kaki terlalu jauh. Begitu harus menempuh jarak yg agak jauh (let`s say 10 mins walk), kita pasti otamatis akan naek motor, mobil atau mungkin tidak jadi pergi.

Pertandingan tenis terlalu lama. Rekor pertandingan tenis terlama tercatat di French Open 2004 yg menghabiskan waktu 6 jam lebih. Di bulutangkis, rekor pertandingan terlama yg pernah dicatat hanya 124 menit. Kita, orang Indonesia tidak suka berlama-lama. Kita, orang Indonesia, suka yg serba cepat, kilat dan instan. Ever wonder why Indomie is such a phenomenal in Indonesia?

Perhitungan skor tenis lebih sulit: memenangkan angka pertama, dapat skor 15. Menang lagi, dapat skor 30. Menang lagi, dapat 45? Tidak. Dapat 40, lho koq?! Yang 5 ke mana coba? Setelah itu, kalau memenangkan angka lagi jadilah game, kita dapat skor 1, dan yang 40 tadi jadi nol kembali. Lho? Lho? Menghitung skor bulutangkis jauh lebih mudah. Kita, orang Indonesia, tidak suka yang rumit-rumit, dan lebih suka yang mudah-mudah saja. Seperti kata mantan Presiden kita: " Gitu za koq repot?"

Di tenis , maksimum skor yg didapat adalah 7, itupun kalau tie break. Kalau tidak, maksimum cuman dapat 6. Di bulutangkis, sudah mainnya lebih cepat, dapat skornya pun lebih banyak, lebih enak kan? Kita, orang Indonesia, suka sesuatu dalam jumlah yg banyak, jumlah yg besar. Maka tidaklah heran banyaknya nol yg bertebaran di duit kertas kita.

Pertandingan tenis banyak dilakukan di luar ruangan dan bulutangkis senantiasa dilakukan di dalam ruangan. Kita, orang Indonesia, tidak suka berpanas-panas di luar. Itulah sebabnya tempat tongkrongan favorit kita adalah shopping mall yang ber-AC hampir di setiap sudut bangunan, bahkan juga WC. Kalau bisa enak di dalam ruangan ber-AC, ngapaen juga berpanas-panas ria di luar? Bau lagi.

Di bulutangkis, bila gagal menggembalikan bola, shuttle cock tidak akan jatuh jauh dari lapangan. Di lapangan tenis tidak begitu. Kalau kita gagal menggembalikan bola akan menggelinding jauh ke luar lapangan. Kita, orang Indonesia, tidak suka repot, jalan jauh2 hanya untuk mungut bola. Mbak!!ngambilin minum saya di kulkas dunk! Buru!!

Semakin hebat pemainnya, pertandingan tenis lama kelamaan semakin mirip dengan bulutangkis, dengan drop-shot, umpan menyilang di depan net dan smash sambil melompat. Di masa-masa awal Wimbledon teknik permainan semacam ini bisa dibilang tidak ada. Kalau memang tenis akan perlahan-lahan berevolusi menjadi bulutangkis, buat apa cape-cape belajar tenis? Kita, orang Indonesia, suka potong jalan, ambil jalur cepat dan langsung main bulutangkis saja. Jalur busway mbahmu!! Saya mau cepat, tolong minggir ya!!!


PS:postingan ini hanya sebuah obrolan singkat, santai, dan renyah, tanpa bermaksud sedikitpun mendiskreditkan para pahlawan bulutangkis kita yang sudah mengharumkan nama Indonesia di dunia. Wong, saya sendiri juga ikutan teriak di kala smash Taufik Hidayat jatuh di lapangan lawan .

No comments: