Ketika kecil, aku senantiasa menyukai bulan Desember, bulan yg senantiasa identik dengan liburan, bolos kelas untuk ikut paduan suara acara natal yg aku kebanyakan lipsync, bingkisan natal berisi snack2 terpopuler zaman itu, kartun-kartun Christmas yg diulang-ulang terus setiap tahun dan mimpi bahwa suatu hari aku bisa melewati Natal dengan salju.
Desember juga senantiasa merupakan bulan di mana bukan hanya mall dan plaza mengadakan acara SALE, tapi juga rumah sakit bersalin di seluruh dunia mengadakan diskon yg tidak kalah gedenya sehingga kalender Hape aku yang canggih ini senantiasa penuh dengan ultah manusia2 yg berhubungan dengan aku. Tentu, di dalam dunia yg kita hidup sekarang, semua orang melihat Birthday adalah satu hari dalam setahun yg paling dinanti-nantikan, karena di saat itulah kita mulai bertindak irrational dengan mengharapkan kado dari orang lain dengan imbalan makan-makan di restoran yg harga bill-nya mungkin jauh lebih mahal dari kado yg diterima. Well, mungkin ada baiknya kita tidak menilai sebuah kado dari harganya ataupun dari ukurannya ataupun dari jumlah orang yg kongsi membeli kado tersebut. Kado adalah kado. Otak kita terprogram untuk bereaksi dengan memberikan kegembiraan berlebihan ketika kita mendapat Kado dan memberikan rasa kecewa yg berlebihan jika kita tidak mendapatkan Kado. Ultah harus ada kado, Tahun Baru harus ada kado, Natal harus ada kado, Valentine harus ada kado, bayi lahir harus ada kado. Tidaklah heran jika pengeluaran aku setiap bulan dibuat dalam sebuah diagram batang, maka batang untuk Desember akan keliatan jauh lebih gagah, besar, tegap dan panjang (hey, stop right there! it sounds so wrong).
Anyway, bulan Desember ini adalah sebuah bulan penentuan buat aku dalam menentukan masa depan aku, ke mana aku akan melangkah dan bagaimana aku akan melangkah. I`ll leave this topic to next posting. Christmas Eve tahun ini, jika ada yg kepengen tau aku bagaiman lewatinnya dan mungkin juga sama sekali tidak kepengen tau, just FYI aku habiskan dengan menonton maraton. Yang dimaksud dengan menonton maraton tentu saja bukan artinya menonton lomba lari maraton, apalagi menonton sambil lari maraton. Yang dimaksud di sini adalah menonton tiga film sekaligus dalam 2 hari. Avatar, dilanjutkan dengan Sherlock Holmes dan ditutup dengan Alvin & The Chipmunks 2 serta hampir saja dilanjutkan dengan Princess & The Frog.
Menjadi kebiasaan aku dan juga sebagian besar orang untuk mensharing feeling, perasaan, review serta analisis asal2an setelah kita habis menonton sebuah film. Dan bagi yg belum nonton serta berencana untuk nonton ketiga film itu dalam waktu dekat, maka cukup sampai di sini mata anda bergerak dan melanjutkan kegiatan browsing anda ke page yg lain. Merry Christmas untuk anda yg sudah dan akan baca sampai di sini saja.
Avatar, sebuah film sci-fi dari seorang sutradara terbesar abad ini yg berhasil menelurkan film terlaris sepanjang abad ini juga yang mengambarkan bahwa para script writer uda kehabisan ide dan bahan untuk digarap di planet bumi sehingga pusat cerita mesti dialihkan ke sebuah planet jajahan baru manusia. Pandora. Di samping tentu saja special effect, art performance, visual effect serta teknologi mutakhir yg dieksploitasi besar-besaran, dan komunitas makhluk biru berekor, berambut yg bisa juga berfungsi sebagai USB port; alur cerita Avatar sedikit terkesan membosankan dengan akhir cerita yang terlalu gampang ditebak. Cerita tentang manusia kota dgn teknologi yg jauh lebih canggih ingin untuk menguasai lahan yg dikuasai oleh manusia yg lebih primitif dan kemudian dengan segala perjuangan serta sedikit bantuan alam berhasil mengusir para penjajah tersebut aku merasa tidak jauh beda dengan film Tarzan atau mungkin Pochantas. Bedanya, Tarzan dan Pochantas adalah film yg menawarkan fantasi untuk anak-anak sedangkan Avatar adalah film yg menawarkan fantasi untuk semua kalangan yg budget gila-gilaan tentu sangatlah pantas cukup membuat seruan seperti "Avatar is really a great movie", "Avatar is awesome" bertebaran di seluruh status facebook serta menjadi trending topic di twitter.
Sherlock Holmes, sebuah film yg bersumber dari sebuah karakter fiktif legendaris ciptaan Sir Conan Arthur Doyle yg menjadi sumber inspirasi untuk banyak novel,komik, dan literatur yg bertemakan detektif di kemudian hari. Strictly speaking, if not because of Robert Downey Jr. that singlehandedly save this movie, this movie not even worth to review. Jika bukan karena karakter Holmes yg diperankan dia dengan akting sedemikian memikat dan menawan, maka film ini sama sekali tidak bakal sanggup nangkring lama di box office. Film besutan Guy Ritchie ini kurang memperhatikan detail penceritaan dan juga naskah cerita yg terlalu panjang serta menggunakan kata-kata yg kurang familiar yg dimana merupakan unsur paling penting dari sebuah film yg bertemakan detektif apalagi untuk karakter Sherlock Holmes yang kita tau melalui novelnya adalah seorang yg sgt memperhatikan setiap detail. Karakter Holmes di film ini selain daya analisis tingkat tinggi yang masih bisa sedikit memberikan kesan yg sama dengan karakter yg di novel, sisanya sama sekali tidak bisa dikategorikan sebagai film detektif. Karakter Watson juga sangat lemah di film ini. Penyelesaian dan jawaban dari kasusnya supaya ada pertanggungjawaban sempurna kepada penonton banyak scene yg terkesan sangat dipaksakan dan mubazir. Tapi, sekali lagi Robert Downey Jr. kembali dengan akting yg sempurna untuk film yg dibesut dengan tidak sempurna. Layak untuk ditonton tapi jangan berharap terlalu banyak.
Alvin & The Chipmunks 2, sebuah film tentang chipmunks yg bisa nyanyi,nge-dance dan di sekuel nya sudah bisa sekolah, play futball, bahkan ngebut dengan moge (tentu saja, moge ukuran chipmunks) serta ditambah dengan kemunculan karakter tambahan yg bernama cipet, ah maksud aku, chipettes yg juga sama-sama bisa bicara, nyanyi, dance, serta dikirim lewat paket FedEx dari hutan antah belantara. Film keluarga yg cocok dinonton rame-rame seluruh anggota keluarga dengan dilantunin lagu-lagu hits yg dicemprengin suarannya karena yg nanyi adalah chipmunks plus chipettes.
Review di atas murni adalah pendapat dan pandangan dari aku pribadi, dan seperti kata pepatah Rambut boleh sama hitam, tapi pendapat boleh berbeda-beda. Setiap orang pasti ada pendapat yang berbeda tentang sesuatu hal, atau dalam hal ini film dan aku akan sangat menghargainya jika ada yang pengen bertukar pikiran dengan aku mengenai hal tersebut.
May the spirit of sharing joy and kindness overwhelming your Christmas!
Merry Christmas, everyone!