Thursday, June 24, 2010

God Save England, Again (Part 2)

Adalah sangat tidak adil jika penampilan ala tim mediocre-nya Inggris dilemparkan hanya kepada kepemimpinan Steven Gerrard seorang, karena pelatih Fabio Capello juga adalah orang yang paling bertanggung jawab atas kegagalan Inggris memperlihatkan penampilan menyakinkan di babak penyisihan grup. Hanya sanggup mencetak 2 gol dalam 3 pertandingan melawan tim sekelas Slovenia, Algeria dan USA untuk tim yang dipenuhi oleh gelandang haus gol semacam Frank Lampard, Steven Gerrard dan striker eksplosif Wayne Rooney jelas adalah sebuah kegagalan.
Fabio Capello dengan sangat konservatif menurunkan formasi 4-4-2 di ketiga pertandingan penyisihan grup. Di pertandingan melawan USA, susunan gelandangnya adalah Lennon-Lampard-Gerrard-Milner menopang duet striker Rooney-Heskey. Dan bisa ditebak, Gerrard bersinar di awal pertandingan dan Lampard melempem sepanjang pertandingan. Barisan pertahanan Inggris kekurangan cover dari lapangan tengah karena Lampard-Gerrard keasikan menyerang, ditambah lagi sisi kanan yang ditempati Glen Johnson yang sering naik menyerang dan telat  balik ke posisinya. James Milner kelihatan demam panggung di ajang sebesar ini sehingga dia mesti diganti dengan SWP bahkan sebelum babak pertama selesai. Aaron Lennon hanya bisa lari, lari dan lari tanpa bener-bener melakukan terobosan yang berbahaya. Pemanggilan Emile Heskey ke timnas sejak pertama kali sudah menuai banyak kritikan dan tanda tanya, apalagi dia diturunkan sebagai starter di dua pertandingan awal. Dari kesemua pemain yang dibawa Capello ke Afsel, Heskey yang paling sedikit menit bermainnya di klub nya (Aston Villa), pemain lainnya kesemua adalah pemain reguler di klub nya masing-masing. Bicara jumlah gol, seorang Glen Johnson yang notabene nya adalah bek sayap saja mencetak gol lebih banyak daripada dia di musim ini. Capello berargue bahwa Heskey bisa menjadi penyuplai bola untuk Rooney dan menjadi ancaman dengan keunggulan postur tubuhnya. Tapi, jika memang perlu fungsi demikian masih ada Peter Crouch dengan postur yang menjulang, plus Crouch mempunyai skill serta insting mencetak gol yang jauh lebih bagus dari Heskey. Apalah artinya seorang striker jika tidak sanggup mencetak gol. Saya berusaha bersikap objektif, tapi saya sampai sekarang tidak bisa menemukan sebuah justifikasi kenapa Heskey bisa ikut ke Piala Dunia, bahkan menjadi starter pula! Saya tidak bermaksud menghiraukan  peranan Heskey dalam memberikan assist kepada Gerrard untuk mencetak gol pembuka melawan USA, tapi sebuah peluang di babak kedua saat dia tinggal berhadapan one-on-one dengan kiper kembali meragukan saya, tembakan yang sepenuhnya mengarah ke pelukan kiper tanpa ada  intention untuk mencungkil bola, melewati kiper atau melakukan tembakan ke sudut mati kiper. Tepat ke pelukan kiper, saudara-saudara sekalian!! Ohya, Robert Green tidak masuk dalam pembahasan kali ini, kita harus memaklumi dia karena dia masih sangan ‘hijau’.

Di pertandingan kedua melawan Algeria, kita mengharapkan Capello mendapatkan pelajaran dari pertandingan pertama dan menurunkan formasi terkuat Inggris dan apa yang dilakukan Capello? Inggris kembali turun ke formasi pakem mereka 4-4-2 dan kali ini lini tengah mereka dihuni Gerrard-Barry-Lampard-Lennon dengan duet striker masi Rooney-Heskey. Gerrard beroperasi di sayap kiri dan Lennon di sayap kanan. Hasilnya, Gerrard lebih sering main ke tengah, tumpang tindih dengan Lampard dan mereka berdua menghilang dari permainan. Sayap kiri Inggris kosong, sayap kanan Lennon lebih banyak dioverlap oleh Glen Johnson yang keseringan naik menyerang. Wayne Rooney sama sekali off-form, penampilan eksplosif dia sama sekali hilang tak berbekas, kontrol bola terlalu sering direbut lawan, tidak mampu menahan bola sembari menunggu bantuan dari lini kedua adalah verdict yang dijatuhkan kepada seorang Wayne Rooney. Heskey? Sudahlah, saya juga sudah menggangap Inggris hanya main dengan 10 pemain di lapangan. Sepanjang babak pertama, Inggris lebih banyak ditekan oleh Algeria yang banyak menekan melalui bek sayapnya. Ball possesion sepanjang babak pertama lebih memihak ke Algeria. Melihat penampilan tim nya seperti ini, Capello sama sekali tidak melakukan perubahan di halftime dan memainkan permainan yang sama. Lapangan tengah Inggris dikuasai oleh Algeria, Inggris kembali ke zaman purbakala memainkan sepakbola kick n rush. Bola dari kiper ditendang ke depan dan pemain depan berlari2 mengejar bola. Pergantian pemain baru terjadi di menit 70an dengan mengganti Lennon dengan SWP, pergantian yang tidak banyak membantu karena masalah terutama yakni ball possession yang kurang tidak terobati. Alih-alih memasukkan lebih banyak striker untuk menyerang atau gelandang yang bisa mengontrol bola semisal Joe Cole atau Jermain Defoe, dia mengganti Heskey dengan Crouch di menit-menit akhir pertandingan seolah-olah menunjukkan hasil 0-0 dgn Algeria itu adalah sebuah hasil yg bagus. HELLLO!! Ini tim Inggris, calon juara yang anda tangani! Main seri 0-0 dengan Algeria dengan ball possession yang kalah adalah sebuah malapetaka!! (Tolong translate kalimat terakhir ini ke dalam bahasa Italy). It really pissed me off by the time I saw this subsitution. Tak heran, Inggris menghadirkan sebuah pertandingan yang paling membosankan sepanjang turnamen ini berlangsung.

Dengan hasil dua kali seri ini, Inggris berada di ujung tanduk untuk bisa lolos ke babak selanjutnya. Inggris berada di urutan kedua setelah Perancis untuk dijadikan sebagai bahan tertawaan di Piala Dunia. Iya, benar Jerman dan Spanyol bahkan kalah, Inggris masih belum terkalahkan. Jerman kalah karena mereka kekurangang 1 pemain sejak babak pertama, mereka masih sanggup mendominasi permainan tapi penampilan heroik kiper Serbia menggagalkan semua peluang gol mereka termasuk penalti. Spanyol kalah dari Cili tapi berhasil menguasai bola dengan perbedaan mencolok 60-40 serta beberapa kali peluang emas disia2kan pemain Spanyol sendiri.  Inggris? Satu kata: Memalukan!

Di pertandingan terakhir melawan Slovenia, kembali Don Fabio menyajikan formasi 4-4-2 dengan tanpa menghiraukan saran dari berbagai pihak untuk memainkan Joe Cole sedari awal. Lini tengah dihuni oleh Gerrard-Lampard-Barry-Milner dengan duet striker Rooney-Defoe. Gerrard kembali diplot di sayap kiri. Milner masih keliatan demam panggung di awal2 pertandingan sebelum sebuah crossing nya berhasil disentuh oleh Jermaine Defoe untuk masuk ke dalam gawang dan sedikit meringankan tekanan para pemain Inggris yang harus menang untuk lolos. Penampilan Inggris di akhir babak pertama dan awal babak kedua sempat menunjukkan kualitas permainan yang dimiliki oleh sebuah tim calon juara sebelum sebuah peluang emas di depan gawang disia2kan oleh Wayne Rooney yang juga membuat Inggris kembali ke permainan yg membosankan dan hanya berusaha mempertahankan skor 1-0. Slovenia sempat memanfaatkan kesempatan ini dengan melakukan terobos ke kotak penalti Inggris. Penampilan heroik dari John Terry dan Matthew Upson yang akhirnya membuat Inggris tidak harus angkat koper terlebih dahulu. Kemenangan dengan penampilan yang miris. Masuknya Joe Cole di 15 menit terakhir hanya untuk menghabis2kan waktu dan berlari-lari kecil di lapangan tanpa memberikan impact berarti kepada Inggris yang sudah memutuskan untuk bertahan total. Sungguh memalukan untuk Inggris harus bermain bertahan total melawan negara terkecil di Piala Dunia 2010 baik dari segi luas wilayah maupun populasi. Well done, Don Fabio! Anda berhasil menyulap Inggris dari sebuah tim buangan menjadi tim favorit juara dan kemudian kembali menjadi tim abal-abal.  

Jika di pertandingan pertama, Capello bisa berargumentasi bahwa kesalahan konyol kiper Robert Green mempengaruhi mental bertanding tim di sisa pertandingan, mungkin kita bisa menerima hasil 1-1 dengan USA. Tapi di pertandingan melawan Algeria, Capello terlihat belum menyadari adanya kelemahan di dalam formasi Inggris. Ok, kita tahu dari tahun 2004 sampai dengan sekarang, masalah ‘1+1 lebih kecil dari 1’ nya Gerrard-Lampard tidak pernah terselesaikan, dan saya juga tidak akan membahas masalah lagi dan lagi. Capello sempat menemukan sedikit titik terang menyangkut masalah ini, yakni menempatkan seorang holding midfielder di belakang kedua gelandang ini, Gareth Barry, Michael Carrick atau Owen Hargreaves. Penempatan holding midfield ini membebaskan Lampard-Gerrard karena mereka bisa fokus untuk menyerang dan mencetak gol, untuk urusan bertahan bisa diserahkan kepada Barry. Sekilas ini menyajikan solusi yang telah lama ditunggu-tunggu oleh Inggris. Tapi penempatan 3 gelandang ini otomatis membuat Inggris harus mengorbankan formasi konservatif mereka 4-4-2 dan beralih ke 4-3-3 ataupun 4-5-1. Inggris belum siap untuk mengorbankan sayap mereka, karena itu adalah gaya permainan mereka sedari dulu.  Menurut saya, formasi terbaik yang dimiliki Inggris adalah formasi ofensif 4-3-3 untuk melawan tim yg lebih lemah yang fleksibel untuk menjadi 4-5-1 jika melawan tim kuat yang membutuhkan pressing ketat sedari lapangan tengah dengan menarik mundur ke tengah kedua winger.
Formasi 4-3-3
GK: James
Bek: Glen Johnson – John Terry-Jamie Carragher/Michael Dawson-Ashley Cole
MID:Gareth Barry
MID:Frank Lampard – Steven Gerrard
FW:Aaron Lennon/James Milner-Wayne Rooney-Joe Cole

Formasi 4-5-1
GK: James
Bek: Glen Johnson – John Terry-Jamie Carragher/Michael Dawson-Ashley Cole
MID:Gareth Barry
MID:Aaron Lennon/James Milner-Frank Lampard – Steven Gerrard-Joe Cole
FW:Wayne Rooney

Formasi ini jelas akan mengeluarkan kemampuan terbaik dari para punggawa The Three Lions. Frank Lampard dan Steven Gerrard terbiasa main di klub dengan posisi sebagai gelandang lini kedua yang lebih fokus menyerang dan membiarkan urusan bertahan diserahkan kepada seorang holding midfield di belakang nya; Michael Essien/John Mikel Obi di Chelsea dan Javier Mascherano di Liverpool, maka di sini Gareth Barry yang berfungsi sebagai jangkar tim. Kualitas utama dari kedua gelandang haus gol ini baru bisa benar-benar dimaksimalkan. Aaron Lennon menawarkan kecepatan dan dribel bola prima di sisi kanan, Joe Cole menawarkan control bola sempurna dan passing-passing tak terduga dengan James Milner atau SWP menawarkan opsi lain jika satu di antara mereka kecapean. Tusukan Glen Johnson dan Ashley Cole dari sisi sayap akan menghadirkan banyak crossing2 atau sekedar membuka ruang gerak kepada sayap2 Inggris. Wayne Rooney juga terbiasa main sebagai lone striker di formasi 4-5-1 nya MU musim ini yang membuat dia hampir menyabet topskor Liga Inggris jika saja dia tidak cedera di akhir musim. Kecepatan dan daya dobrak Wayne Rooney bakal merepotkan serta memancing 1-2 pemain lawan menempel ketat dia sehingga memberikan ruang tembak kepada Gerrard dan Lampard dari lini kedua.
Hanya satu kata: SEMPURNA!

Tapi bagaimana caranya supaya Fabio Capello juga tahu formasi ini?

God Save England, Again (Part 1)

OK, dikarenakan Inggris kemarin berhasil lolos dari lubang jarum dan tidak jadi pesen tiket pesawat pulang barengan dengan Prancis, maka hari ini saya akan menulis lagi review pertandingan. Kekecewaan berat setelah menonton pertandingan Inggris melawan Algeria yang berakhir 0-0 sedikit terobati dengan kemenangan 1-0 atas Slovenia yang membawa Inggris lolos ke babak perdelapanfinal. Kemenangan yang  berharga mahal sekali karena mulai musim depan saya akan dengan sangat terpaksa menjadi pendukung Liverpool untuk semusim, yah pendukung Liverpool di ajang Europa League dan pendukung mereka untuk kembali masuk top 4. You`ll never walk alone!
Menyaksikan tiga pertandingan Inggris di babak penyisihan grup,  boleh dibilang Inggris di babak kualifikasi dengan Inggris di babak final Piala Dunia sama sekali adalah dua tim yang sangat berbeda penampilannya. Inggris di babak kualifikasi adalah tim dengan penampilan yang impresif, dynamic, bersemangat dan membombardir pertahanan lawan dari segala sisi. Memang, lawan di babak kualifikasi tidak sebanding dengan lawan di putaran final. Tapi, bicara soal kualitas, Kroasia jelas berada jauh di atas Slovenia dan Algeria,ataupun USA. Jika Kroasia bisa dilumat 4-1 dan 3-0 home and away di babak kualifikasi, ketiga tim di Grup C harusnya tidak bakal menyulitkan Inggris. Kenyataanya, Inggris tertatih-tatih di babak penyisihan grup; seri dengan USA berkat blunder dari kiper dan kemudian goalless  dengan Algeria serta diakhiri dengan kemenangan tipis 1-0 melawan Slovenia. 
Ada apa dengan Inggris?

Sebelum mengkomentari strategi dan formasi yang dimainkan Inggris, ada satu hal yang menurut saya memegang peranan signifikan dalam menjelaskan penampilan antiklimaks Inggris di putaran final. Satu perbedaan yang sangat signifikan antara Inggris di kualifikasi dan di putaran final adalah menyangkut kepemimpinan di lapangan. Tulisan berikut mungkin akan membuat sebagian orang merah kuping dan matanya, tapi saya hanya berusaha memaparkan sebuah pandangan subjektif berdasarkan fakta di lapangan.
Setelah David Beckham melepas ban kapten pasca kegagalan di Piala Dunia 2006, Inggris tidak mempunyai kapten permanen di bawah kepimpinan Steve McLaren. Ban kapten digilir dari lengan Steven Gerrard, Frank Lampard, Rio Ferdinand, John Terry bahkan Wayne Rooney. Alhasil, Inggris bermain tanpa arah dan tanpa semangat di kualifikasi Euro 2008 dan hanya menjadi penonton selama Euro 2008 berlangsung, meski kredit tersendiri juga mesti disematkan kepada para kiper Inggris yang turut memberi andil terhadap gagal lolosnya Inggris ke Euro2008. Baru setelah Inggris ditangani Fabio Capello, dia menetapkan John Terry sebagai kapten permanen Inggris dan Rio Ferdinand sebagai wakil kapten. Performa Inggris di bawah arahan Capello dan kepemimpinan Terry menunjukkan grafik meningkat bahkan sangat impresif. Inggris lolos ke Piala Dunia 2010 sebagai tim yang mencetak gol terbanyak di zona Eropa. Inggris kembali hadir di Piala Dunia sebagai kandidat juara dunia.
Tapi beberapa bulan sebelum Piala Dunia dimulai terjadi skandal sex John Terry yang memaksa Capello untuk mencopot ban kapten dari lengan Terry dan memberikannya kepada Rio Ferdinand. Untung tak dapat diraih, Malang ada di Jawa Timur, Rio Ferdinand di detik-detik akhir sebelum Piala Dunia dipastikan absen karena cedera. Ban kapten pun kembali digilir dan akhinya sampai di tangan Steven Gerrard. Saya di sini bukannya meragukan kualitas kepemimpinan Stevan Gerrard di lapangan, karena kita semua adalah saksi hidup bagaimana dia mengkaptenin Liverpool menjadi juara Liga Champion 2005 setelah di final tertinggal 3-0 dari AC Milan. Yang disayangkan adalah prosedur perpindahan ban kapten itu sendiri.
Gerrard menerima penunjukkan sebagai kapten tim hanya beberapa hari menjelang pertandingan pertama Inggris dan jelas ini menambahkan sebuah beban yang berat di pundak seorang Stevan Gerrard yang sudah terbebani oleh keraguan publik atas penampilan dia berduet dengan Frank Lampard. Mengkapteni sebuah klub di kompetisi liga yang berlangsung setahun dengan mengkapteni sebuah negara di kompetisi tertinggi dunia dalam waktu sebulan jelas adalah dua hal yang sangat berbeda, pressure yang dirasakan juga jauh lebih besar. Memang benar Stevan Gerrard sempat menjawab keraguan itu dengan sebuah gol cepat di pertandingan pertama, tapi selanjutnya kita lebih sering melihat dia dengan raut muka lelah, stress dan kening berkerut-kerut. Gerrard seolah-olah berusaha meyakinkan kelayakan dia sebagai kapten Inggris melalui kerja keras dan semangat tanding dia sendiri tapi malah gagal membangkitkan semangat tanding rekan-rekan nya di lapangan.
 Peran seorang kapten bukanlah hanya sebagai orang yang memegang bendera tim, tos2an koin sebelum pertandingan dan salaman dengan wasit. Seorang kapten tim harus bisa menaklukkan dan menyatukan ego semua pemain yang terbiasa menjadi bintang di klub nya masing-masing,  membuat para pemain bintang itu respek dan mendengarkan dia selama di latihan, ruang ganti maupun saat di lapangan. Seorang kapten juga harus sanggup membangkitkan semangat tanding rekan-rekan pada saat mereka tertinggal, seri maupun unggul melalui penampilan mereka sendiri dan teriakan2 pembangkit semangat di lapangan. Seorang kapten juga harus menjadi orang pertama yang maju melindungi rekan satu tim saat terjadi sebuah insiden di dalam dan di luar lapangan. Saat terjadi pelanggaran atau dilanggar, sang kapten harus segera melindungi rekan satu tim nya dari tindakan yang bakal merugikan tim, menjadi orang pertama mewakili tim yang mendatangi wasit, melerai rekannya yang bertengkar dan juga menenangkan pemain lain. Di luar lapangan, pernyataan seorang kapten adalah menjadi tolok ukur situasi di dalam tim, saat rekan satu tim melakukan tindakan atau mengucapkan yang tidak pantas, sang kapten harus segera meng-cover rekannya itu dan membuat pernyataan resmi yang menenangkan dunia luar dan tim itu sendiri. 
Alan Shearer bisa menunjukkan kesemua kualitas itu. David Beckham adalah pemimpin Inggris di dalam dan di luar lapangan. John Terry,di samping skandal sex dia yang menggoyang tim, adalah seorang sosok natural leader di lapangan. Stevan Gerrard, pada kesempatan ini terlihat tidak siap untuk kesemua beban itu. Kita jarang melihat Stevan Gerrard menjadi orang pertama yang mendatangi wasit setiap pemain Inggris dilanggar atau melakukan pelanggaran, tindakan dan ucapan seseorang di dekat wasit akan sangat mempengaruhi keputusan wasit dalam memberikan hukuman kepada pemain. Pengaruh Gerrard dalam membangkitkan semangat tanding rekan-rekannya di lapangan yang lesu banget dalam 3 pertandingan ini juga sangat tidak terasa, dia bermain dengan semangat tanding tinggi sendirian tapi membiarkan rekannya bermain lesu. Dia juga tidak menjadi orang pertama yang meng-cover pernyataan tidak pantas Rooney setelah tim nya dikritik habis-habisan karena penampilan yang sangat buruk melawan Algeria, John Terry yang melakukannya. Dia tidak menjadi orang pertama yang menenangkan publik setelah ada isu perpecahan di tubuh tim Inggris dengan pelatih Capello, Frank Lampard yang melakukannya. 
Hal yang terlihat sepele memang, tapi itu memegang peranan sangat penting dalam menciptakan suasana tim yang kondusif yang bisa membuat para pemain bintang Inggris menanggalkan beban juara di pundak mereka dan mengeluarkan kemampuan terbaik mereka. Senyuman lebar Steven Gerrard selepas pertandingan kemarin  adalah pelepas beban tanggung jawab yang super berat itu untuk beberapa hari sebelum kembali harus memikul beban itu lagi melawan Jerman. Semoga kita masih bisa melihat senyuman dia di akhir laga Minggu ini dan bukannya tangisan. 


Thursday, June 17, 2010

Group H – Matchday 1

Switzerland 1 : 0 Spain

Goal : 52'Gelson Fernandes (SWI)

Pertandingan yang seharusnya menjadi awal sempurna bagi Spanyol dalam kampanye dia mengawinkan Piala Eropa dan Piala Dunia yang belum pernah dilakukan tim Eropa manapun sepanjang sejarah sekaligus menjadi negara kedelapan yang meraih supremasi tertinggi di dunia sepakbola. Spanyol hadir dengan formasi yang nyaris sama kala menjadi juara Eropa 2008 minus Marcos Senna yang tidak menemukan kembali performa nya pasca cedera panjang musim ini serta tidak fit nya striker bintang Fernando Torres dan Andres Iniesta.

Jika di Euro 2008 Spanyol menggunakan formasi 4-1-3-2 yg kadang fleksibel menjadi 4-1-4-1, Spanyol menyerahkan peran holding midfielder ke 1 orang yakni Marcos Senna yang mampu menjadi cover bagi barisan pertahanan dan juga penghubung sempurna lini belakang dan tengah sehingga ancaman ke pertahanan berkurang, para gelandang serang bisa fokus menyerang dan inilah juga menjadi alasan kenapa Spanyol bisa begitu superior di tahun 2008. Di Piala Dunia kali ini, pelatih Del Bosque merenovasi formasi juara itu menjadi 4-2-3-1 dan menempatkan dua orang holding midfield, Xabi Alonso & Sergio Busquets. Alasan utama adalah karena baik Alonso dan Sergio tidak mempunyai kemampuan dan fungsi seperti Senna. Sergio mempunyai kemampuan bertahan, tapi tidak sanggup mengontrol dan membagi bola ke depan. Alonso, kemampuan bertahan kurang tapi sanggup mengontrol serta membagi bola ke depan dengan cepat dan akurat, juga kemampuan tendangan jarak jauh. Del Bosque terpaksa menempatkan dua orang ini sebagai holding midfielder supaya lini tengah Spanyol bisa lebih balance, tapi perubahan formasi ini memakan korban yakni mesti dikorbankannya seorang striker dan atau gelandang serang yang mana merupakan sisi terkuat dan termewah dari Spanyol. Poros Iniesta-Xavi-Silva adalah starter yang tidak bakal terguggat terkecuali satu diantaranya cedera, sehingga menyisakan hanya 1 slot di posisi depan yang untuk saat ini lebih banyak dilakoni David Villa.

Pertandingan melawan Swiss ini diawali dengan possession play nya Spanyol yang luar biasa, dominasi menguasi bola sempat mencapai angka 78:22 di awal-awal babak pertama. Tipikal permainan Spanyol. Sepanjang babak pertama praktis Spanyol tidak mendapat perlawanan berarti dari Swiss dan mereka hampir tidak pernah mengancam gawang Spanyol. Spanyol sendiri dengan ball possession sedemikian dominan sangat disayangkan tidak ada satu pun peluang yang berhasil diconversikan menjadi gol. Satu sisi dikarenakan David Villa terlihat 'kesepian' di depan dan sentuhan akhir yang kurang bagus. Xavi sebagai dirigen meski tetap berhasil menguasai lapangan tengah, tidak adanya decisive pass membelah pertahanan lawan yg menjadi trademark nya dia muncul di pertandingan ini juga menjadi alasan kenapa Spanyol tidak pernah mendapat peluang yg benar-benar emas di pertandingan. David Silva juga seperti kebingungan menembus ketatnya pertahanan Swiss. Hanya Andres Iniesta yang sedikit merepotkan pertahanan Swiss, tapi terlihat jelas dia masi trauma akan cedera dia yg baru sembuh sehingga berkali-kali dia memilih men'jatuh'kan diri daripada berusaha menerjang pertahanan lawan sendirian. Sebuah penampilan sempurna antara sepakbola menyerang dan sepakbola bertahan di babak pertama.
Di babak kedua, Swiss mulai menyadari adanya celah di barisan tengah Spanyol karena kurang berfungsinya Sergio Busquets dan juga bek-bek Spanyol yang mulai lebih fokus menyerang daripada bertahan. Dan di menit ke 50 berawal dari sebuah goal kick, Eren Derdiyok berhasil menyundul bola dan jatuh ke kaki Blaise N`kufo yang dengan cepat passing bola ke Derdiyok yang dengan positioning luar biasa telah berhasil melewati lapis pertahanan terakhir Spanyol dan tinggal berhadapan dengan kiper Spanyol. Meski kemudian Iker Casillas berhasil menekel bola Derdiyok, tapi sialnya bola mengenai badan Pique dan menggelinding ke arah gawang sendiri, adalah Gelson Fernandez yang berhasil memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan ini untuk menghukum keteledoran barisan belakang Spanyol.
Carles Puyol yang sepanjang pertandingan terlihat out of position kali ini benar-benar menjadi penyebab utama terjadinya gol karena gagalnya dia dalam memotong bola dari N`kufo ke Derdiyok.
Gol ini juga menjadi satu-satunya gol yang tercipta di pertandingan ini setelah Spanyol dan Swiss masing-masing mendapatkan lagi 1 peluang emas yang membentur mistar gawang serta menbungkam banyak orang yang menjagokan Spanyol akan menang mudah melawan tim-tim lain di grup yang relatif ringan ini.
Masuknya Fernando Torres mendapatkan sambutan hangat dari penonton dan saya, serta memberikan secercah harapan untuk Spanyol. Serangan Spanyol pasca masuknya Torres lebih to the point menujuk ke gawang dan tidak mengulur2 waktu dengan possession-passing play di tengah yang kebiasaan pemain tengah Spanyol. Walaupun positioning Torres sangat bagus tapi sayang ball-feeling Torres banyak belum kembali sepenuhnya setelah lama tidak merumput dan juga masuknya Torres membebaskan permainan David Villa yang tak berkutik malam ini.
Dua pertandingan selanjutnya akan menjadi sangat krusial buat Spanyol jika mereka masih ingin untuk berlaga lebih lanjut di Piala Dunia. Kekalahan Spanyol di partai pembuka grup ini mengingatkan saya akan kenangan buruk di Piala Dunia 1998, dimana Spanyol juga penuh dengan bintang generasi Raul Gonzalez, Fernando Morientes, Andoni Zubizaretta, Fernando Hierro dan dielu2kan sebagai calon kuat juara kalah 2-3 melawan Nigeria, seri 0-0 melawan Paraguay dan meski menang 6-1 melawan Bulgaria mereka gagal lolos dari penyisihan grup. Kondisi serupa dihadapi Spanyol di Piala Dunia kali ini dengan Cili dan Honduras jelas bukan tim yang lebih lemah daripada Swiss, apalagi penampilan kedua tim di pertandingan grup sebelumnya makin menyakinkan saya bahwa kemungkinan besar partai Spanyol Vs Brazil sudah harus dilangsungkan di babak kedua!    


Berikut adalah beberapa foto pelipur lara......


Chile 1 : 0 Honduras

Goal : 34'Jean Beausejour (CHL)


Pertandingan yang paling menarik sejauh ini yang saya saksikan secara langsung. Dua tim yang sama-sama menggantungkan harapan untuk berbicara banyak di Piala Dunia kali di pundak pemain bernama-belakang Suazo; David Suazo di pihak Honduras dan Humberto Suazo di pihak Cili. Dan uniknya, kedua striker utama itu sama-sama tidak bisa turun di pertandingan ini karena masi terbekap cedera. 
Cili, tanpa kehadiran Humberto Suazo masih menampilkan kualitas permainan yang sangat menawan dengan dimotori oleh trio Jorge Valdivia, Matias Fernandez dan sang bintang muda yang diincar banyak klub, Alexis Sanchez. 
Terutama Alexis Sanchez yang bermain dengan sangat eksepsional dan eksplosif di sayap kanan Cili, julukan the next Christiano Ronaldo sepertinya akan disembat di belakang nama dia tidak lama lagi. Kecepatan dan trik2 bola dia memang mengingatkan orang akan Christiano Ronaldo di awal karirnya, dengan penyelesaian akhir yang juga eksepsional jelek dan terburu-buru. Ditambah dengan mobilnya pergerakan bek kanan Mauricio Isla, sayap kanan Cili senantiasa menghadirkan mimpi buruk kepada barisan pertahanan Honduras, dan gol pertama pun tercipta melalui sisi kiri pertahanan Honduras. 
Permainan menyerang yang ditampilkan Cili malam ini sangat menghibur dan seharusnya Cili bisa menang lebih dari 1 gol jika mereka lebih tenang di mulut gawang dalam menceploskan bola. Kembalinya top skor mereka di kualifikasi Zona Amerika Selatan, Humberto Suazo di pertandingan berikutnya jelas akan semakin menambah daya dobrak Cili dan berpeluang mengkudeta Spanyol yang dijagokan untuk menjadi juara grup ini.

Honduras sendiri tidak bermain terlalu jelek dan mereka sanggup meladenin permainan cepat dan atraktif Cili, hanya saja mereka sangat kehilangan striker David Suazo di barisan depan, serangan yang dibangun dengan susah payah sering mentok di depan karena tidak tahu mau diserahkan ke siapa. Barisan pertahanan Honduras yang dipimpin Maynor Figueroa dan kiper Noel Valladares bermain sangat bagus untuk memastikan Cili hanya pulang dengan satu gol saja. Group yang sebelumnya diperkirakan akan sangat mudah didominasi Spanyol tampaknya malah menjanjikan persaingan yang ketat untuk memperebutkan hak lolos ke babak kedua setelah anomaly performance dari Spanyol di pertandingan berikutnya. 


Group G – Matchday 1

Cote d`Ivorie 0 : 0 Portugal 

Pertandingan pertama di Grup G yang dijuluki grup neraka langsung menyajikan partai berat antara Pantai Gading dan Protugal yang dipenuhi oleh pemain kelas dunia. Siapa yang tidak kenal Didier Drogba, Salomon Kalou, Kolo Toure dan Yaya Toure yang menjadi pemain utama di klub papan atas Eropa. Portugal mempunyai Deco, Ricardo Carvalho, Simao dan tentu saja sang mega superstar Christiano Ronaldo. Pertandingan antar kedua tim jelas sangat ditunggu-tunggu oleh penggemar sepakbola seantero dunia untuk bisa menyaksikan sebuah laga penuh bintang layaknya NBA all-star game. Tapi yang terjadi justru adalah pertandingan antiklimaks yang membuat kita menyaksikan kedua tim itu berlomba-lomba melakukan kesalahan serta hanya 3 tembakan yang bener-bener mengarah ke gawang dari total 15 tembakan yg terjadi sepanjang pertandingan oleh kedua tim. Sebuah pertandingan dikatakan saling menyerang tidak saling bertahan juga tidak, lebih mirip pertandingan persahabatan daripada pertandingan di ajang Piala Dunia.

Masalah terbesar Portugal selama ini adalah mereka tidak mempunyai seorang striker kelas dunia, namun hal ini bisa ditutupi dengan melimpahnya talenta mereka di lapangan tengah, Lius Figo, Manuel Rui Costa dan sekarang Christiano Ronaldo. Di Piala Dunia kali ini, masalah kronis Portugal ini semakin terlihat jelas, manakala lini kedua mereka juga tidak sanggup mengemban tanggung jawab sampingan untuk mencetak gol. Liedson, striker tunggal Portugal secara fisik terlihat kecil dibanding dengan bek-bek Pantai Gading yang tinggi menjulang dan lebih tegap. Hasilnya, sepanjang pertandingan Liedson sama sekali tidak ada kesempatan untuk mendapatkan bola, not to mention shot on goal. Christiano Ronaldo selain sebuah tembakan jarak jauh di awal babak pertama yg mengenai tiang, sepanjang pertandingan selain jatuh dan melihat ke arah wasit, praktis kita tidak tahu apa lagi yang bisa dia lakukan malam ini. Deco sebagai dirigen serangan Portugal hanya sesekale melakukan terobosan bagus, sisanya melempem menghadapi pressing dan fisik kuat Pantai Gading.
 Pantai Gading sendiri tanpa kehadiran Didider Drogba sebenarnya masi merupakan tim yang mempunyai kualitas bagus, sayang kualitas pemain yang bagus tidak dibarengi dengan kemampuan penyelesaian akhir yang sepadan, sehingga banyak alur serangan Pantai Gading berakhir tragis di penyelesaian akhir, suatu hal yang perlu disyukuri oleh Portugal. Pertahanan Pantai Gading yang digalang oleh Kolo Toure boleh terbilang sempurna, mereka berhasil meredam sang model iklan Clear for Man yang katanya sejak 5 tahun yang lalu datang ke Bali, prestasinya terus meningkat berkat permainan bola api serta tidak mudah terpancing oleh provokasinya. Gervinho, pengganti Didier Drogba adalah sebuah ancaman konstan kepada pertahanan Portugal dengan kecepatan, teknik dan skill nya, hanya saja untuk menjadi seorang striker kelas dunia, kesemua itu tidak ada hasilnya jika tidak dibarengi dengan penyelesaian yang berakhir di dalam gawang lawan bukannya tribun penonton.
Terakhir, kedua superstar ini hanya bisa saling menghibur bahwa pertandingan membosankan seperti ini adalah karena rumput lapangan dan cuaca yang buruk, bukan salah mereka.




Brazil 2 : 1 North Korea

Goal : 55' Maicon (BRA), 72' Elano (BRA), 89'Ji Yun-Nam(NKO)

Brazil di bawah asuhan Dunga, menjadi sebuah tim yang lebih balance antara menyerang dan bertahannya, tidak mulu seperti Brazil sebelumnya yang lebih menyerang dan melupakan pertahanan. Dan, mengejutkan sekale adalah Brazil tahun ini memiliki barisan pertahanan yang lebih mewah daripada barisan penyerangnya. Julio Cesar adalah kiper utama Inter dalam menaklukkan Eropa musim ini, Huervlho Gomes menemukan peak permainannya dan membawa Tottenham Hotspurs meraih tiket Liga Champion musim depan, dan belum lagi Doni yang nyaris membawa AS Roma mengakhiri dominasi Inter di Serie A. Lucio dan Juan jelas adalah jaminan mutu pertahanan solid dan lebih mengerikan di posisi bek kanan, Brazil memiliki dua bek kanan terbaik di dunia dalam diri Maicon dan Daniel Alves. Sebaliknya, dibanding barisan pertahanannya, barisan penyerang Brazil tahun ini terlihat lebih redup. Kaka sepanjang musim ini masi bergelut menemukan bentuk permainan terbaik dia setelah terlalu sering dibekap cedera, Robinho bermasalah di Liga Inggris dan memilih balik ke Brazil, Luis Fabiano tidak sebersinar tahun sebelumnya.Tidak dipanggilnya Ronaldinho yang penampilannya lumayan stabil di Milan musim ini juga membuat Brazil memiliki sedikit pilihan di barisan depan.

Beruntung di pertandingan pembukaan grup neraka ini, Brazil menghadapi tim 'terlemah' menurut para pengamat dan diyakini kedigdayaan Brazil bakal melumat habis negara komunis ini. Brazil mengawali pertandingan dengan mendominasi habis-habisan Korea Utara, yang sedari awal sudah memasang formasi bertahan total dengan hanya menyisakan Jong Tae-Se sendirian di depan untuk melakukan counter attack. Strategi Korut di babak pertama ini sedikit banyak memberikan hasil dengan Brazil hanya sesekale berhasil mengancam gawang Korut. Pergerakan Kaka terbatas melawan tim dengan formasi bertahan total sehingga karakter permainan dia yang membutuhkan ruang lebih banyak untuk berkembang sama sekali hilang malam ini. Justru Robinho yang sedikit lebih mobil dalam pergerakan dan dengan trik-trik yg menawan berhasil menyita perhatian lawan.
 Gol spekulasi Maicon di babak kedua juga berawal dari pergerakan Robinho yang akhirnya memecah kebuntuan dan memaksa pemain Korut lebih ke depan untuk setidaknya berharap mencetak gol balasan dan melalu sebuah counter attack, malah Brazil yang menambah gol melalui Elano yang menerima umpan cantik dari Robinho.
Ketika semua orang merasa kemenangan sudah menjadi milik Brazil sepenuhnya, para pemain Korut dengan semangat juang yang sangat tinggi dan tidak kenal menyerah berusaha memberitahukan dunia bahwa mereka belum habis, melalui beberapa kali counter attack yg berbahaya terutama melalui bintang utama mereka, Jong Tae-Se akhirnya menuai sedikit hasil setelah berhasil menciptakan sebuah gol penghibur di akhir pertandingan melalui Ji Yun-Nam yang diawali dengan pergerakan Jong Tae-Se dan membuat pertandingan kembali memanas.
Brazil akhirnya dengan susah payah berhasil mengamankan 3 poin pertamanya.
Jika sebelumnya Korsel dan Jepang berhasil mengharumkan nama Asia dengan meraih kemenangan tanpa kebobolan di laga perdananya, Korut melakuknya dengan mencetak gol ke barisan pertahanan terbaik dunia melalui permainan terbuka dan membuat tim terbaik dunia menang dengan susah payah.Jelas, Asia di Piala Dunia tahun ini akan sangat mengejutkan.


BBC World Cup Highlight - Day 5 DOWNLOAD

Wednesday, June 16, 2010

Group F – Matchday 1

Italy 1 : 1 Paraguay

Goal : 39'' Antolin Alcaraz (PAR), 63'' Daniele De Rossi (ITA)

Sang juara bertahan Italy hadir di Piala Dunia kali ini di tengah keraguan banyak pihak akan kekuatan tim yang disebut-sebut melemah banyak dibanding Italy 2006. Pensiun nya banyak pemain inti yang menjadi punggawa Italy dalam menaklukkan dunia pada tahun 2006, semisal Francesco Totti, Alessandro Del Piero, Marco Materazzi, Alessandro Nesta, mulai uzurnya Andrea Pirlo, Gennaro Gattuso,Fabio Cannavaro, Gianluca Zambrotta serta lambatnya regenerasi pemain di tubuh tim Italy jelas menjadi alasan utama bandar taruhan seluruh dunia tidak menempatkan Italy sebagai favorit juara tahun ini. Tapi, Italy senantiasa tampil mengejutkan di kala mereka tidak diunggulkan atau terlibat skandal, seperti di Piala Dunia 1982 di mana saat itu isu pengaturan skor serta kontroversi pemanggilan Paolo Rossi sempat mengoyang persiapan Italy, sebelum Paolo Rossi mengantarkan Italy menjadi juara dunia secara heroik. Juga, di Piala Dunia 2006, Italy hadir di Piala Dunia setelah Serie A diguncang kasus pengaturan skor dan bandar taruhan yang mengakibatkan Sang Nyonya Tua, Juventus dihukum turun ke Serie B serta beberapa klub papan atas lainnya dihujani denda dan pengurangan poin. Justru skandal itu melecut motivasi para pemain Italy untuk tampil habis-habisan di Piala Dunia dan membawa pulang trofi paling bergengsi di ajang sepakbola ini.

Tahun ini, Italy meski tidak sekontroversi di dua ajang Piala Dunia tersebut di atas, kengototan pelatih Marcello Lippi untuk tidak menyertakan satu pun pemain bertipe trequartista dalam skuad Italy sedikit mengejutkan dikarenakan Italy sendiri sangat identik dengan peran trequartista ini. Trequartista, secara harfiah artinya 3/4 yang artinya pemain yang posisinya di 3/4 lapangan dihitung dari garis gawang timnya, pemain yang tidak termasuk di lini tengah dan tidak juga sebagai lini depan tetapi mengotaki setiap serangan, sebagai playmaker dan juga sebagai second striker dengan skill individu tinggi, visi yang bagus dan pergerakannya tidak dibatasi. Dahulu Italy memiliki sosok trequartista sejati dalam diri Roberto Baggio, kemudian dilanjutkan Alessandro Del Piero dan Francesco Totti. 
Sepeninggalan Totti, praktis Italy tidak pernah ada sosok trequartista sejati yang mempunyai kualitas untuk mengemban tugas berat ini. Antonio Cassano dan Sebastian Giovinco memiliki kualitas untuk menggantikan peran Totti, namun Cassano tidak disenangi Lippi dan Giovinco tahun ini kehilangan sentuhannya karena kebanyakan cedera. 
Ditambah cederanya Andrea Pirlo sesaat sebelum Piala Dunia praktis menjadikan Italy semakin timpang karena kurangnya sosok yang bisa menyetir serangan. 
Terlihat dalam pertandingan melawan Paraguay ini, Ricardo Montolivo maupun Claudio Marchisio masih kurang sanggup dalam melakoni peran sebagai otak serangan tim. Lini depan yang diturunkan Lippi juga sedikit menimbulkan tanda tanya dengan memasang Vicenzo Iaquinta sebagai sayap kiri dan Pepe sebagai sayap kanan untuk mendukung Gilardino sebagai striker tunggal. Antonio di Natale,top skor Serie A musim ini jelas lebih pantas bermain sebagai penyerang sayap menggantikan Iaquinta yang lebih terbiasa main sebagai striker tunggal. Gilardino juga tidak cocok main sebagai striker tunggal di dalam formasi Lippi. 
Alhasilnya serangan Italy terkesan tidak menentu dan penyelesaian akhir juga buruk. Paraguay memanfaatkan betul momen ini dengan mencetak gol melalui sebuah set piece bola mati yang diselesaikan oleh Antoli Alcaraz. 
Sudah jatuh ditimpa tangga, begitulah nasib Italy, babak pertama setelah tertinggal 0-1, mereka harus kehilangan kiper utama mereka Gianluigi Buffon karena cedera punggung. 
Beruntung, Italy di babak kedua sedikit menemukan kembali permainan mereka terutama setelah masuknya Mauro Camoranesi membuat alur serangan Italy lebih terbentuk dan lancar. Paraguay harus membayar mahal kesalahan kiper Justo Villar dalam mengantisipasi bola sepak pojok Pepe sehingga harus merelakan gawangnya dibobol Danielle de Rossi untuk menyamakan kedudukan. 
Tapi selanjutnya Villar bermain gemilang menggagalkan beberapa peluang emas Italy untuk memastikan Paraguay pulang dengan membawa 1 poin.  



New Zealand 1 : 1 Slovakia 

Goal: 50" Robert Vittek (SLO), 90" Winston Reid (NZE)

Selandia Baru kembali ke Piala Dunia setelah terakhir kali tampil di tahun 1982 yang berakhir dengan 3 kekalahan telak dengan sedikit lebih menyakinkan karena berhasil mengamankan poin pertama mereka melawan debutan Piala Dunia, Slovakia. 
Bicara soal materi pemain, Slovakia mempunyai kualitas pemain jauh di atas Selandia Baru. Martin Skrtel adalah jaminan starter di Liverpool, Marek Hamsik adalah otak serangan di Napoli meski penampilan wajahnya sangat pas-pasan, belum lagi Vladimir Weiss, pemain muda yang siap bersinar di Bolton. Sedangkan Selandia Baru bahkan mengikutsertakan Craig Moore yang sudah beberapa bulan tidak ada klub di dalam skuad inti Piala Dunia, tapi bicara semangat tanding, Selandia Baru jelas tidak kalah dengan Slovakia. Slovakia mendominasi jalannya pertandingan lewat Marek Hamsik menyetir permainan dan Vladimir Weiss Jnr. (Yes, Vladimir Weiss Snr. adalah pelatih Slovakia) menyisir sisi lapangan. 

Meski kiper New Zealand, Mark Paston yang sepertinya berteman baik dengan Robert Green dalam klub badut sepakbola berkali-kali bermain api dengan gawang sendiri, Slovakia baru bisa membuka skor di awal babak kedua melalui Robbert Vittek dan gagal menambah pundi-pundi gol nya. 
 Malah semangat pantang menyerah Selandia Baru membuahkan hasil dengan gol balasan dari Winston Reid tepat sesaat sebelum peluit akhir dibunyikan wasit. 

Merayakan poin pertama dalam sejarah keiikutsertaan di Piala Dunia dan diganjar dengan kartu kuning karena selebrasi yang berlebihan jelas tidak terlalu masalah.   
Gol Winston Reid juga mencatatkan sebuah sejarah baru dalam Piala Dunia yakni 19 gol pertama di Piala Dunia 2010 dicetak oleh 19 pemain yang berbeda, mematahkan rekor 18 pemain yang sudah bertahan 32 tahun sejak tahun 1982.